Selasa, 14 Februari 2012

Tari Kecak – Seni Tari dari Bali Budaya Indonesia

Tari kecak atau Seni tari Kecak merupakan sebuah seni tari yang berasal dari Bali Indonesia, Seni Tari Kecak ini dipertunjukkan oleh banyak [puluhan atau lebih] para penari laki-laki yang duduk...

Tari Jaipong – Sejarah – Perkembangan Seni Tari Tradisional Jawa Barat

Indonesia bukan hanya kaya dengan budaya tapi juga kaya dengan berbagai macam kesenian, salah satunya seni tari jaipong atau jaipongan yang berasal dari jawa barat. Berikut ini adalah penjelasan lengkap...

Senin, 13 Februari 2012

INFORMASI PENERIMAAN MAHASISWA BARU
 
Perkuliahan :
- Semester Genap Tahun Akademik 2011/2012 dimulai bulan Maret 2012.
- Semester Ganjil Tahun Akademik 2012/2013 dimulai bulan September 2012
Pendaftaran Dimulai bulan November 2011
Pilihan Waktu Kuliah
Kelas Pagi   : pkl. 08.00 - 16.00
Kelas Karyawan   : pkl. 17.30 - 21.00

Layanan Informasi dan Pendaftaran
Senin s/d Jumat   :  pkl. 08.00-17.00
Sabtu   :  pkl. 09.00-16.00




Kampus A            :  Jl. Malaka No. 3 Jakarta Barat / Kota - 11230
 (Samping Telkom Kota Dekat Terminal Bus Way)
Telp. (021) 691-5209/10; (021) 7097-5301
Fax. (021) 691-5212
pmbswa@stmik.swadharma.ac.id



Kampus B   : Jl. RS. Fatmawati Blok D3/115 Jakarta Selatan-12430
(Samping BNI Cab. Fatmawati)
Telp. (021) 7590-5256; (021) 7097-5302
pmbswa@stmik.swadharma.ac.id
Informasi Lain :
http://www.swadharma.ac.id

Minggu, 12 Februari 2012

VirtualBox in Windows


Komputer

Beberapa setting yang diperlukan untuk mendukung kerja di VirtualBox

Setelah kemarin saya nenbahas tentang bagaimana install VirtualBox dengan sistem operasi host di Windows dan sistem operasi guest…

 

Cara Instal VirtualBox di Windows dengan guest OS Windows XP

Ada kalanya sebagai seorang pengguna komputer yang sedang belajar kita membutuhkan aplikasi untuk mendukung proses belajar tersebut, tapi…

 

Microsoft rayakan kematian Internet Explorer 6

Berita Teknologi. Nampaknya Microsoft juga merasakan kekesalan yang dialami oleh pengguna Internet Explorer 6 (IE6) karena ketidakmampuannya dalam…

 

Donasi Wikimedia 2011 mencapai $20 juta

Berita Teknologi. Wikimedia telah mengeluarkan laporan resmi jumlah total donasi yang mereka terima untuk kampanye penggalangan dana tahun…

Cara Membuat Blog di Blogspot – Panduan Bikin Blog Lengkap Mudah Gratis 


http://ridwanaz.com/teknologi/blog/panduan-langkah-cara-membuat-atau-bikin-blog-di-blogspot/

Suku Suku di Minangkabau
Oleh : Elmirizal Chanan St Lenggang Basa

Dikompilasi dari artikel-artikel Chatti Bilank Panday & Syafroni Gucci di Wikipedia Berbahasa Indonesia



Sebagaiman suku-suku lainnya di nusantara terutama Suku Batak, Suku Mandailing, Suku Nias dan Suku Tionghoa, Suku Minang juga terdiri atas banyak marga atau klan tapi menganut sistem matrilineal, yang artinya marga tersebut diwariskan menurut ibu. Di Minangkabau marga tersebut lazim dikenal sebagai ‘suku’. Pada awal pembentukan budaya Minangkabau oleh Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sebatang, hanya ada empat suku induk dari dua kelarasan. Suku-suku tersebut adalah[4]:
  • Suku Koto
  • Suku Piliang
  • Suku Bodi
  • Suku Caniago
Dan jika melihat dari asal kata dari nama-nama suku induk tersebut, dapat dikatakan kata-kata tersebut berasal dari Bahasa Sansekerta, sebagai contoh koto berasal dari kata kotto yang berarti benteng atau kubu, piliang berasal dari dua kata pele (baca : pili) dan hyang yang digabung berarti banyak dewa. sedangkan bodi berasal dari katabodhi yang berarti orang yang terbangun atau tercerahkan, dan caniago berasal dari dua kata cha(ra)na dan niaga yang berartiperjalanan anak dagang.

Demikian juga untuk suku-suku awal selain suku induk, nama-nama suku tersebut tentu berasal dari bahasa sansekerta dengan pengaruh agama Hindu dan Buddha yang berkembang disaat itu. Sedangkan perkembangan berikutnya nama-nama suku yang ada berubah pengucapannya karena perkembangan bahasa minang itu sendiri dan pengaruh dari agama Islam dan pendatang-pendatang asing yang menetap di Kerajaaan Pagaruyung.
Sekarang suku-suku dalam Minangkabau berkembang terus dan sudah mencapai ratusan suku, yang terkadang sudah sulit untuk mencari hubungannya dengan suku induk. Di antara suku-suku tersebut adalah:
  • Suku Piboda
  • Suku Pitopang
  • Suku Tanjung
  • Suku Sikumbang
  • Suku Guci
  • Suku Panai
  • Suku Jambak
  • Suku Panyalai
  • Suku Kampai
  • Suku Bendang
  • Suku Malayu
  • Suku Kutianyie
  • Suku Mandailiang
  • Suku Sipisang
  • Suku Mandaliko
  • Suku Sumagek
  • Suku Dalimo
  • Suku Simabua
  • Suku Salo
  • Suku Singkuang
  • Suku Rajo Dani
Sedangkan orang Minang di Negeri Sembilan, Malaysia, membentuk 13 suku baru yang berbeda dengan suku asalnya di Minangkabau, yaitu:
  • Suku Biduanda (Dondo)
  • Suku Batu Hampar (Tompar)
  • Suku Paya Kumbuh (Payo Kumboh)
  • Suku Mungkal
  • Suku Tiga Nenek
  • Suku Seri Melenggang (Somolenggang)
  • Suku Seri Lemak (Solomak)
  • Suku Batu Belang
  • Suku Tanah Datar
  • Suku Anak Acheh
  • Suku Anak Melaka
  • Suku Tiga Batu
Continue reading ‘Suku Suku di Minangkabau’ Sumber: http://palantaminang.wordpress.com/

Sabtu, 11 Februari 2012


Mayat Berjalan, Tradisi Tana Toraja

MA’ NENE, TRADISI MENGENANG LELUHUR
KEMUDIAN APAKAH MAYAT YANG DAPAT BERJALAN FAKTA ATAU FIKSI?
20/08/2005 18:00

Liputan6.com, Tana Toraja: Kabut tipis menyelimuti pegunungan Balla, Kecamatan Baruppu, Tana Toraja, Sulawesi Selatan, pertengahan Agustus silam. Namun, kabut tersebut perlahan mulai tersibak dinginnya angin pagi. Hari ini, kesibukan luar biasa terjadi pada setiap penghuni warga Baruppu. Mereka tengah menggelar sebuah ritual di tempat awal mula sejarah dan misteri anak manusia yang mendiami Kecamatan Baruppu. Ritual yang selalu digelar seluruh warga Baruppu untuk melaksanakan amanah leluhur. Ma`nene, sebuah tradisi mengenang para leluhur, saudara, dan handai taulan lainnya yang sudah meninggal dunia.

Kisah Ma`nene bermula dari seorang pemburu binatang bernama Pong Rumasek, ratusan tahun lampau. Ketika itu, dirinya berburu hingga masuk kawasan hutan pegunungan Balla. Di tengah perburuannya, Pong Rumasek menemukan jasad seseorang yang meninggal dunia, tergeletak di tengah jalan di dalam hutan lebat. Mayat itu, kondisinya mengenaskan. Tubuhnya tinggal tulang belulang hingga menggugah hati Pong Rumasek untuk merawatnya. Jasad itu pun dibungkus dengan baju yang dipakainya, sekaligus mencarikan tempat yang layak. Setelah dirasa aman, Pong Rumasek pun melanjutkan perburuannya.
Sejak kejadian itu, setiap kali dirinya mengincar binatang buruan selalu dengan mudah mendapatkannya, termasuk buah-buahan di hutan. Kejadian aneh kembali terulang ketika Pong Rumasek pulang ke rumah. Tanaman pertanian yang ditinggalkannya, rupanya panen lebih cepat dari waktunya. Bahkan, hasilnya lebih melimpah. Kini, setiap kali dirinya berburu ke hutan, Pong Rumasek selalu bertemu dengan arwah orang mati yang pernah dirawatnya. Bahkan, arwah tersebut ikut membantu menggiring binatang yang diburunya.
Pong Rumasek pun berkesimpulan bahwa jasad orang yang meninggal dunia harus tetap dimuliakan, meski itu hanya tinggal tulang belulangnya. Maka dari itu, setiap tahun sekali sehabis panen besar di bulan Agustus, setiap penduduk Baruppu selalu mengadakan Ma`nene, seperti yang diamanatkan leluhurnya, mendiang Pong Rumasek.

Bagi masyarakat Baruppu, ritual Ma`nene juga dimaknai sebagai perekat kekerabatan di antara mereka. Bahkan Ma`nene menjadi aturan adat yang tak tertulis yang selalu dipatuhi setiap warga. Ketika salah satu pasangan suami istri meninggal dunia, maka pasangan yang ditinggal mati tak boleh kimpoi lagi sebelum mengadakan Ma`nene. Mereka menganggap sebelum melaksanakan ritual Ma`nene status mereka masih dianggap pasangan suami istri yang sah. Tapi, jika sudah melakukan Ma`nene, maka pasangan yang masih hidup dianggap sudah bujangan dan berhak untuk kimpoi lagi.

Meski warga Baruppu termasuk suku Toraja. Tapi, ritual Ma`nene yang dilakukan setiap tahun sekali ini adalah satu-satunya warisan leluhur yang masih dipertahankan secara rutin hingga kini. Kesetiaan mereka terhadap amanah leluhur melekat pada setiap warga desa. Penduduk Baruppu percaya jika ketentuan adat yang diwariskan dilanggar maka akan datang musibah yang melanda seisi desa. Misalnya, gagal panen atau salah satu keluarga akan menderita sakit berkepanjangan.

Dalam bahasa Bugis, Toraja diartikan sebagai orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan. Namun, masyarakat Toraja sendiri lebih menyukai dirinya disebut sebagai orang Maraya atau orang keturunan bangsawan yang bernama Sawerigading. Berbeda dengan orang Toraja pada umumnya, masyarakat Baruppu lebih mengenal asal usulnya dari Ta`dung Langit atau yang datang dari awan.
Lama kelamaan Ta`dung Langit yang menyamar sebagai pemburu ini menetap di kawasan hutan Baruppu dan kimpoi dengan Dewi Kesuburan Bumi. Karena itu, sering terlihat ketika orang Toraja meninggal dunia, mayatnya selalu dikuburkan di liang batu. Tradisi tersebut erat kaitannya dengan konsep hidup masyarakat Toraja bahwa leluhurnya yang suci berasal dari langit dan bumi. Maka, tak semestinya orang yang meninggal dunia, jasadnya dikuburkan dalam tanah. Bagi mereka hal itu akan merusak kesucian bumi yang berakibat pada kesuburan bumi.

Kali ini, keluarga besar Tumonglo melakukan ritual Ma`nene, seperti tahun-tahun sebelumnya. Sejak pagi, keluarga ini sudah disibukkan serangkaian kegiatan ritual yang diawali dengan memotong kerbau dan babi. Bagi keluarga Tumonglo maupun sebagian besar masyarakat Toraja lainnya pesta adalah bagian yang tak terpisahkan setiap kali menghormati orang yang akan menuju nirwana. Meski mereka sudah banyak yang menganut agama-agama samawi, adat dan tradisi yang diwariskan para leluhurnya ini tak mudah ditinggalkan.

Kini, tiba saatnya keluarga Tumonglo menjalani ritual inti dari Ma`nene. Di bawah kuburan tebing batu Tunuan keluarga ini berkumpul menunggu peti jenazah nenek Biu–leluhur keluarga Tumonglo yang meninggal dunia setahun lalu–diturunkan. Tak jauh dari tebing, kaum lelaki saling bergandengan tangan membentuk lingkaran sambil melantunkan Ma`badong. Sebuah gerak dan lagu yang melambangkan ratapan kesedihan mengenang jasa mendiang yang telah wafat sekaligus memberi semangat pada keluarga almarhum.
Bersamaan dengan itu, peti jenazah pun mulai diturunkan dari lubang batu secara perlahan-lahan. Peti kusam berisi jasad nenek Biu. Keluarga Tumonglo mempercayai bahwa ada kehidupan kekal setelah kematian. Sejatinya kematian bukanlah akhir dari segala risalah kehidupan. Karena itu, menjadi kewajiban bagi setiap keluarga untuk mengenang dan merawat jasad leluhurnya meski sudah meninggal dunia beberapa tahun lalu. Dalam ritual ini, jasad orang mati dikeluarkan kembali dari tempatnya. Kemudian, mayat tersebut dibungkus ulang dengan lembaran kain baru oleh masing-masing anak cucunya.

Di desa Bu`buk, suasananya tak jauh beda dengan desa lainnya di Kecamatan Baruppu. Di tempat ini keluarga besar Johanes Kiding juga akan melakukan Ma`nene terhadap leluhurnya Ne`kiding. Sebelum ke kuburan, masyarakat dan handai taulan berkumpul di pelataran desa di bawah deretan rumah tradisional khas Toraja, Tongkonan.
Pagi itu, mereka disuguhi makanan khas daging babi oleh keluarga besar Johanes untuk disantap beramai-ramai. Setelah selesai, masyarakat, dan handai taulan keluarga Johanes mulai berangkat menuju kuburan nenek moyang. Namun, kuburan yang dituju bukan liang batu seperti umumnya, melainkan Pa`tane yakni rumah kecil yang digunakan untuk menyimpan jasad para leluhur mereka.
Acara dilanjutkan dengan membuka dua peti yang berisi jasad leluhur. Mayat yang sudah meninggal setahun yang lalu itu dibungkus ulang dengan kain baru. Perlakuan itu diyakini atas rasa hormat mereka pada leluhur semasa hidup. Mereka yakin arwah leluhur masih ada untuk memberi kebaikan. Dalam setiap Ma`nene, jasad orang yang meninggal pantang diletakkan di dasar tanah. Karena itu, para sanak keluarga selalu menjaganya dengan memangku jasad leluhurnya. Tak ayal, tangis kepiluan kembali merebak. Mereka meratapi leluhurnya sambil menyebut-nyebut namanya. Jasad yang sudah dibungkus kain baru pun dimasukkan kembali ke dalam rumah Pa`tane. Kini, keluarga Johanes pun telah selesai melaksanakan amanah leluhur.

(ORS/Tim Potret)
Sumber: http://berita.liputan6.com/progsus/200508/107595/class=%27vidico%27
Ban Bekas yang Bermanfaat.

Ban bekas ini memang banyak sekali kita jumpai di tempat-tempat penambalan ban, dan tak jarang pula banyak ban bekas yang digunakan sebagai bahan untuk menunjukkan expresi dan ungkapan masa yang sedang berunjuk rasa. Hmmm.. kan saying, dari pada dibakar hanya menimbulkan polusi udara, mendingan kita manfaatin buat sesuatu yang lebih bermanfaat lagi toh?


Saya gak akan membahas bagaimana cara membuat ban bekas ini menjadi lebih berguna. Tapi berdasarkan pengamatan saya, ban bekas ini dapat dimanfaatkan menjadi produk yang sangat bermutu. Seperti Pot bunga, Kursi, Meja. Alat yang digunakan untuk memproduksi produk tersebut pun terbilang cukup sederhana. Yaitu pisau dan gunting yang tajam. Alat tersebut digunakan untuk memotong ban-ban bekas tersebut. Setelah itu, potongan tadi di anyam untuk dijadikan seperangkat meja dan kursi taman. Hmm kreatif bukan. Di pekanbaru Riau, tepatnya ada seorang bapak yang bisa merubah sebuah ban mobil bekas menjadi sebuah sofa yang unik dan menarik serta memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Harganya untuk satu set sofa bisa mencapai 3 jutaan., unik bukan?